Senin, 22 November 2010

Peradaban Islam Merintis Dirgantara



2.1.           Awal Perkembangan Dunia Penerbangan
“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara. Sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.” (QS Al-Anbiyaa: 32)
Klaim peradaban Barat yang selama beberapa abad mengaku sebagai perintis di bidang kedirgantaraan akhirnya terpatahkan. Sekitar 600 tahun sebelum Roger Bacon dan Leonardo Da Vinci, sarjana Barat, mencoba untuk terbang menjelajahi angkasa, ilmuwan Muslim di abad ke-9 M telah berhasil melakukan uji coba penerbangan dengan teknologi yang dikembangkannya.
Para ahli penerbangan dan sejarah Barat mengakui pencapaian peradaban Islam dalam dunia penerbangan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan itu. “Ibnu Firnas adalah manusia pertama dalam sejarah yang melakukan percobaan ilmiah untuk melakukan penerbangan,” ujar Sejarawan Barat, Philip K Hitti dalam bukunya yang bertajuk History of the Arabs.
Pencapaian yang berhasil ditorehkan ilmuwan Muslim di era kejayaan Kekhalifahan Islam di Andalusia itu juga mendapat pengakuan dari pakar kedirgantaraan Amerika Serikat (AS) Richard P Hallion. Dalam sebuah kesempatan, Hallion menyatakan sejarah penerbangan dunia tak boleh melupakan pencapaian Ibnu Firnas.
Di bulan September 2000, University of Houston mulai memperkenalkan dan mengajarkan para mahasiswanya tentang sejarah penerbangan yang telah diperkenalkan Ibnu Firnas. “Hari ini kita mempelajari seorang manusia yang sudah benar-benar terbang pada 1.000 tahun lalu,” begitu University Of Houston membuka kuliahnya.
Adalah fakta yang tak terbantahkan bahwa Ibnu Firnas yang mewakili peradaban Islam pada tahun 852 telah berhasil melakukan uji coba penerbangan pertama. Karena itu tak salah bila pengelola Bandara Internasional Doha di Qatar menamakan sistem manajemen airport mereka yang baru dengan julukan “Firnas”.

2.2.           Perintis Pertama Dunia Dirgantara
Nama lengkapnya adalah Abbas Qasim Ibnu Firnas. Dia terlahir di Izn-Rand Onda, Andalusia pada tahun 810 M. Ibnu Firnas berasal dari suku Berbar. Ia adalah ilmuwan serbabisa yang menguasai beragam ilmu. Selain dikenal sebagai seorang penerbang perintis yang tangguh, dia juga seorang ahli kimia, inventor, musisi, fisikawan, penyair astronom dan insinyur yang mumpuni.
Selain menemukan berbagai teknologi penting dalam dunia penerbangan, dia juga sukses menciptakan sebuah jam air yang dikenal dengan sebutan Al-Maqata. Tak cuma itu, dia juga berhasil memciptakan gelas berwarna. Dalam astronomi, Ibnu Firnas pun mampu menciptakan rantai cincin untuk menjelaskan gerakan planet dan bintang.
Ibnu Firnas meninggal dunia 12 tahun setelah setelah uji coba terbang keduanya. Cedera yang dialaminya saat melakukan penerbangan membuat kondisi kesehatannya memburuk. Sejarawan Barat Philip K Hitti menempatkannya sebagai orang yang hebat – manusia pertama dalam sejarah yang melakukan uji coba ilmiah penerbangan.
Ketika orang-orang Barat mengajar anak-anaknya tentang kisah Wright Bersaudara, negara-negara Islam justru memperkenalkan generasi mudanya tentang kisah keberhasilan Ibnu Firnas. Sebagai bentuk penghormatan, pemerintah Libya mengeluarkan stem untuk memperingatinya. Bangsa Irak membangun patung sang penerbang di sekitar Lapangan Terbang Internasionalnya. Ia juga diabadikan sebagai nama bandara di utara Baghdad.

2.3.           Usaha-Usaha Para Penerbang Muslim
Asal-usul dunia kedirgantaran memang selalu mengundang perdebatan. Konon, peradaban pertama yang bercita-cita untuk bisa terbang adalah bangsa Cina. Memang ada beragam kisah tentang penerbangan yang pernah dilakukan sebelum peradaban Islam melakukannya.
Para ahli menyatakan, upaya penerbangan yang dilakukan secara terkontol yang dapat dibuktikan kesahihannya terjadi pada abad ke-9 M. Karena sejatinya, berbicara sejarah penerbangan berhubungan erat dengan perkembangan penerbangan mekanis, mulai dari penerbangan yang digerakan dengan meluncur hingga ke yang lebih modern lagi.
Peradaban Islam Spanyol di bawah kekuasaan Kekhalifahan Cordoba telah menjadi saksi uji coba penebangan yang dilakukan Ibnu Firnas. Upaya itu mendapat dukungan dari Amir Abdurrahman II – saat itu Cordoba belum memproklamirkan diri sebagai kekhalifahan independen yakni masih berada di bawah payung Dinasti Ummayah. Ilmuwan Muslim serbabisa itu melakukan uji coba penerbangannya pada tahun 852 M.
Ibnu Firnas membuat satu set sayap yang terbuat dari kain yang dikeraskan dengan kayu. Dengan peralatan seperti payung itulah, Ibnu Firnas lalu loncat dari menara Masjid Agung Cordoba. Pada uji coba pertama itu, dia tak bisa terbang. Namun, peralatan yang digunakannya mampu memperlambat jatuhnya Ibnu Firnas. Ia pun mendarat dengan selamat dengan luka kecil. Peralatan pertama yang diciptakan Ibnu Firnas itu menjadi semacam prototipe parasut di era modern.
Dua puluh lima tahun setelah uji coba pertamanya, di usia 65 tahun, Ibnu Firnas kembali melakukan uji coba terbang. Menggunakan semacam pesawat terbang layang (berupa sayap yang dilekatkan pada tubuhnya) sang ilmuwan meluncur dari bukit Jabal Al-Arus dan dapat terbang. Ia pun dapat mendarat dengan selamat, meski mengalami luka.
Uji coba penerbangan yang dilakukan Ibnu Firnas itu telah memberi inspirasi kepada Eilmer Malmesbury, seorang ilmuwan Inggris. Pada abad ke-11, Eilmer melakukan percobaan penerbangan dan bisa terbang sejauh 200 meter. Eimer menggunakan semacam pesawat terbang layang yang digunakan Ibnu Firnas.
Sekitar abad ke-10 M, seorang ilmuwan Turki yang tak disebutkan namanya juga sempat melakukan uji coba penerbangan. Dengan dua sayap dari kayu lebar yang direkatkan pada tubuhnya, orang Turki itu loncat dari atap sebuah masjid. Sayangnya, dia gagal mendarat dengan selamat. Upaya serupa juga dilakukan orang Turki pada tahun 1162. Namun juga belum berhasil.
Pengembangan dunia penerbangan di dunia Islam kembali berkembang di era kekuasaan Kekhalifahan Usmani Turki. Seorang penjelajah Muslim bernama Evliya Celebi melaporkan pada tahun 1630 sampai 1632, sarjana serbabisa Hezarfen Ahmet Celebi menggunakan pesawat bersayap berhasil terbang melintasi Sekat Basporus. Ia meluncur dari Menara Galata Istanbul setinggi 62,59 meter dan berhasil terbang sejauh tiga kilometer serta mendarat dengan selamat.
“Hazarfan Ahmed Celebi, pertama kali mencoba terbang sebanyak delapan atau sembilan kali dengan sayap elang menggunakan tenaga angin,’’ ujar Evliya Celebi dalam buku catatan perjalannya yang masih tersimpan di Perpustakaan Istanbul. Sultan Murad Han menyaksikan uji coba terbang itu dari bangunan besar bernama Sinan Pasha di Sarayburnu.
‘’Hazerpan Ahmed Celebi telah membuka era baru dalam sejarah penerbangan,’’ papar Sultan Murad. Upaya serupa juga dilakukan saudara laki-laki Hezarfen pada tahun 1633 yang bernama Lagari Hasan Çelebi. Lagari meluncur ke udara dengan menggunakan tujuh roket bersayap yang dilontarkan tenaga bubuk mesiu. Ia pun terlontar ke angkasa setinggi 300 meter. Unjuk kebolehan yang digelar pada acara peringatan ulang tahun puteri Sultan Murad IV itu berhasil. Lagari, menurut Evliya, mendarat dengan mulus di Bosporus dengan menggunakan sayap yang direkatkan ke tubuhnya sebagai parasut. Atas keberhasilannya itu, Lagari pun dihadiahi posisi yang sangat penting dalam militer Usmani.
Peradaban Islam Turki tercatat lebih awal dalam melakukan pengkajian ilmiah terhadap dunia penerbangan sebelum dunia Kristen Eropa. Di era kejayaan Kesultanan Ottoman, seorang sarjana Turki telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara permukaan sayab burung dengan berat badannya. Kajian itu dilakukan untuk menemukan penyebab fisik yang bisa membuat terbang.
Penelitian itu telah menghasilkan cakrawala baru dalam bidang aerodinamika. Itulah sumbangan penting peradaban Islam bagi dunia penerbangan.

2.4.           Hasil-Hasil Dari Para Penerbang Muslim
2.4.1.     Parasut
Cikal bakal parasut ditemukan ilmuwan Muslim serbabisa Abbas Ibnu Firnas pada abad ke-9M. John H Lienhard dalam bukunya berjudul The Engines of Our Ingenuity menggambarkan uji coba terbang pertama dalam sejarah peradaban manusia yang terjadi pada tahun 852 M. “Seorang lelaki bernama Armen Firman (Ibnu Firnas) memutuskan untuk terjun dari sebuah menara Masjid Agung Cordova,” tutur Lienhard.
Dengan satu set sayap yang terbuat dari kain yang dikeraskan dengan kayu, Ibnu Firnas loncat dari ketinggian. Pada uji coba pertama itu, dia tentunya tak bisa terbang. Namun, peralatan yang digunakannya mampu memperlambat jatuhnya Ibnu Firnas. Ia mendarat dengan selamat dengan luka-luka kecil. Inilah awal mula parasut.

2.4.2.     Penerbangan Terkendali
Sejarah juga mencatat Abbas Ibnu Firnas sebagai orang pertama didunia yang melakukan uji coba penerbangan terkendali. Dengan semacam alat kendali terbang yang digunakan pada dua set sayap, Ibnu Firnas bisa mengontrol serta mengatur ketinggian terbangnya. Selain itu, dia juga bisa mengubah arah terbang. Hal itu dibuktikan dengan keberhasilannya kembali ke arah dimana ia meluncur. Meski begitu, dia mengalami luka-luka saat mendarat.
2.4.3.     Sayap buatan
Sayap buatan pertama kali diperkenalkan oleh Peradaban Islam. Adalah Ibnu Firnas yang kali pertama membuat dan mencoba sayap buatan itu. Meski tak terlalu berhasil, inovasi yang digulirkannya menjadi inspirasi bagi ilmuwan dan penerbang di abad berikutnya. Seorang penjelalajah di abad ke-17, Evliya Çelebi menyebutkan Hezarfen Ahmet Celebi adalah penerbang pertama yang sukses melakukan penerbangan dengan menggunakan sayap buatan pada tahun 1630-1632.
2.4.4.     Roket Pelucur Terbang
Era baru dalam sejarah penerbangan dunia kembali dicapai peradaban Islam pada abad ke-17 M. Pada tahun 1633 yang bernama Lagari Hasan Çelebi membuat kejutan. Ia berhasil meluncur ke udara setinggi 3000 dengan menggunakan tujuh roket bersayap yang dilontarkan tenaga bubuk mesiu. Ia kemudian terbang dan mendarat dengan menggunakan parasut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar